TAUBAT
Dalam menjalani kehidupan, seseorang tentu harus
mempersiapkan bekal untuk hari kemudian. Bekalnya adalah iman, ilmu dan amal
shaleh. Keimanan yang disertai amal shaleh akan membawa keselamatan dan
kesejahteraan, baik di dunia maupun diakhirat. Apalagi jika ditambah dengan
perilaku terpuji seperti bertaubat, raja’ (menunjukkan sikap mengharap
kerido’an Allah), optimis, dinamis, mampu berfikir kritis, dan mampu
mengendalikan diri
- Pengertian Taubat
Taubat secara etimologis (bahasa) berasal dari kata tâba
(fi’il madhi), yatûbu (fi’il mudhari’), taubatan (mashdar), yang berarti
“kembali” atau “pulang” (raja’a) (Haqqi, 2003). Adapun secara terminologis
(menurut makna syar’i), secara ringkas Imam an-Nawawi mengatakan, taubat adalah
raja’a ‘an al-itsmi (kembali dari dosa) (Syarah Shahih Muslim, XVII/59). Dengan
kata lain, taubat adalah kembali dari meninggalkan segala perbuatan tercela
(dosa) untuk melakukan perbuatan yang terpuji (‘Atha, 1993).
Taubat tersebut adalah suatu keniscayaan bagi manusia, sebab
tidak satu pun anak keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak luput dari
berbuat dosa. Semua manusia, pasti pernah melakukan berdosa. Hanya para nabi
dan malaikat saja yang luput dari dosa dan maksiyat. Manusia yang baik bukan
orang yang tidak berdosa, melainkan manusia yang jika berdosa dia melakukan
taubat
Artinya : “…Sesungguhnya Allah itu menyukai orang-orang yang
tobat kepada-Nya dan dia menyukai orang-orang yang membersihkan diri.” (QS Al
Baqarah : 222)
Taubat adalah proses menyadari kesalahan yang telah
diperbuat dan berupaya sekuat hati untuk tidak melakukannya kembali atau
permohonan ampun kepada Allah SWT atas kesalahan (kekhilafan) dan atas
perbuatan dosa yang telah dilakukannya
Hadis nabi Muhammad SAW yang artinya : “Sesungguhnya Allah menerima taubat hambanya selagi ia belum
tercungak-cungak hendak mati (nyawanya berbalik-balik dikerongkongan).” (HR
Ahmad)
B. Syarat-Syarat Taubat
1)
Menyesal atas segala perbuatan dosa yang pernah dilakukan.
2)
Mensucikan diri dari
perbuatan maksiat yang sudah dilakukan. Kerana tidak ada artinya bertaubat jika
dosa masih terus dikerjakan.
3)
Bertekad dengan
sungguh-sungguh bahawa tidak akan mengulanginya lagi, selama hidup di dunia,
sampai mengucapkan selamat tinggal pada dunia yang fana ini.
- Syarat diterimanya Taubat yaitu;
1) Ikhlas. Artinya, taubat pelaku dosa harus ikhlas semata-mata karena Allah,
bukan karena lainnya.
2) Menyesali dosa yang telah diperbuatnya.
3) Meninggalkan sama sekali maksiat yang telah dilakukannya.
4) Tidak mengulangi.
Artinya, seorang muslim harus bertekad tidak mengulangi perbuatan dosa
tersebut.
5)
Istighfar. Yaitu
memohon ampun kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.
6) Memenuhi hak bagi orang-orang yang berhak, atau mereka melepaskan haknya
tersebut.
7)Waktu diterimanya taubat itu dilakukan di saat hidupnya, sebelum tiba ajalnya.
Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya Allah akan menerima
taubat seorang hambaNya selama belum tercabut nyawanya.” (HR. At-Tirmidzi,
hasan).
D.
Dosa
yang wajib bertaubat
Kesalahan
atau kekhilafan yang dilakukan terhadap orang lain, diantaranya seperti hal-hal
berikut.
- Tidak memuliakan anak yatim piatu, tidak menganjurkan dan memberi makan orang miskin, memakan harta dengan mencampuradukkan yang hak dengan yang bathil dan mencintai harta yang berlebihan (lihat QS Al Fajr: 15-20)
- Bakhil, merasa tidak cukup dan mendustakan pahala yang baik (lihat QS Al Lail : 1-13)
- Mengumpat, mencela, prasangka dan olok-olok (lihat QS Al humazah : 1, dan Al Hujurat : 11-13)
- Tidak melaksanakan rukun Islam, terutama mendirikan salat
E.
Hukum
Taubat
Hukum
taubat ada dua macam:
1. Pertama, wajib. Yaitu bertaubat dari
meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.
2. Kedua, sunnah. Yaitu bertaubat dari
meninggalkan perkara sunnah atau melakukan perkara yang makruh.
Orang yang bertaubat dari yang pertama
termasuk abrar muqtasidin. Adapun yang bertaubat dari keduanya termasuk sabiqin
muqarrabin. Sedangkan orang yang tidak melakukan taubat yang pertama bisa
menjadi dzalim, fasik bahkan kafir.
Pada
hakikatnya taubat itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman.
Setiap insan selalu membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan.
Maka orang yang benar-benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai
sahabat dekat dalam perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan
orang yang binasa adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang
punggungnya. Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:
1)
Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla.
2)
Taubat merupakan
sebab keberuntungan.
3)
Taubat menjadi sebab
diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas kesalahan- kesalahannya.
4)
Taubat merupakan
sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.
Allah ta’ala
berfirman,
5 5) Taubat adalah sebab mendapatkan ampunan dan rahmat.
6) Taubat merupakan
sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan.
7) Taubat menjadi sebab untuk meraih segala macam kebaikan.
8)
Taubat adalah sebab
untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar.
9)
Taubat merupakan sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya
kekuatan.
10)
Keutamaan taubat yang
lain adalah menjadi sebab malaikat mendoakan orang-orang yang bertaubat.
11) Keutamaan taubat yang
lain adalah ia termasuk ketaatan kepada kehendak Allah ‘azza wa jalla.
12)
Keutamaan taubat yang
lain adalah Allah bergembira dengan sebab hal itu.
13)
Taubat juga menjadi sebab hati menjadi bersinar dan bercahaya.
Raja’
A. Pengertian Raja’
Pengertian raja’ secara bahasa, berasal dari bahasa arab,
yaitu “rojaun” yang berarti harapan atau berharap. Raja’ yang dikehendaki oleh
islam adalah mempunyai harapan kepada Allah untuk mendapatkan ampunan-Nya,
memperoleh kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta yang
terpenting adalah mengharap rahmat serta keridaan Allah.
Raja’ merupakan perbuatan terpuji. Raja’ dapat meningkatkan
keimanan dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu, seseorang yang
berharap memperoleh rahmat dan rida Allah serta kebahagiaan di dunia dan di
akhirat, tentunya akan berusaha melakukan perbuatan yang dapat mewujudkan
harapannya tersebut. Namun jika seseorang hanya berharap saja tanpa mau
berusaha, hal ini disebut berangan-angan pada sesuatu yang mustahil atau yang
disebut dengan tamammi, yang dampaknya nanti menyebabkan seseorang
berputus asa, putus harapan terhadap rahmat dan rida Allah. Hal ini merupakan
kebalikan dari sifat raja’. Oleh karena itu, sifat putus asa ini dilarang oleh
Allah SWT…
Firman Allah SWT.:
“…dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat
Allah, melainkan kaum yang kafir.”(QS. Yusuf:87).
Orang yang berputus asa dari rahmat Allah, berarti ia telah
barprasangka buruk kepada Allah.
Kita selaku manusia tidak terlepas dari salah dan dosa,
untuk itu kita wajib senantiasa berharap rahmat dan ampunan Allah SWT. Sebanyak
dan sebesar apapun kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan, kita tetap
diperintahkan untuk mengharap ampunan dari Allah SWT.
“Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu…”(QS.Al Mu’min:60).
Kita dilarang untuk berputus asa dalam menghadapi masalah
dalam kehidupan di dunia dan dalam mengharap ampunan dari Allah.
Sikap raja’ atau mengharap rahmat Allah, dalam praktiknya
tentu harus berusaha dengan sungguh-sungguh dengan mengerjakan segala yang
diperintah Allah serta menjauhi larangan-Nya, sesuai dengan apa yang
dicontohkan Rasulullah
“Sesungguhnya telah
ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.”(QS.Al Azhab:21).
Bagi orang yang berharap ingin bertemu dengan Allah di
surga, hendaknya ia beramal saleh dan tidak mempersekutukan Allah dengan yang
lainnya.
“Barang siapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada
Tuhannya.”(QS.Al
Kahfi:110).
Seseorang yang mempunuai sifat raja’ tentu akan bersikap
optimis, dinamis, selalu berpikir kritis dan semakin sadar serta mengenal
dirinya sendiri.
1. Optimis
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud optimis adalah orang yang selalu berpengharapan (berpandagan) baik dalam menghadap segala hal atau persoalan, misalnya :
- seorang siswa/siswi yang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dia berharap akan lulus dan diterima di perguruan tinggi yang ia pilih.
- Seseorang ingin bekerja di sebuah perusahaan swasta, kalau ia berfikir optimis, tentu dia akan berusaha mengajukan lamaran dan berharap agar lamaran diterima serta dapat bekerja di perusahaan tersebut.
Kebalikan dari sikap optimis adalah sifat pesimis. Sifat pesimis dapat diartikan berprasangka buruk terhadap Allah SWT. Seseorang yang pesimis biasanya selalu khawatir akan memperoleh kegagalan, kekalahan, kerugian atau bencana, sehingga ia tidak mau berusaha untuk mencoba.
2. Dinamis
Kata dinamis berasal dari bahasa Belanda “dynamisch” yang berarti giat bekerja, tidak mau tinggal diam, selalu bergerak, dan terus tumbuh. Dia akan terus berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas dirinya ke arah yang lebih baik dan lebih maju, misalnya :
- Seorang petani akan berusaha agar hasil pertaniannya meningkat
- Seorang pedagang akan terus berusaha agar usaha dagangnya berkembang.
Kebalikan dari sifat dinamis ialah statis. Sifat statis harus dijauhi oleh setiap muslim/muslimat karena termasuk akhlak tercela yang dapat menghambat kemajuan dan mendatangkan kerugian.
3. Berfikir kritis
Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahwa berfikir kritis artinya tajam dalam menganalisa, bersifat tidak lekas cepat percaya, dan sikap selalu berusaha menemukan kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan. Orang yang ahli mmeberi kritik atau memberi pertimbangan apakah sesuatu itu benar atau salah, tepat atau keliru, sudah lengkap atau belum disebut kritikus.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa yang dimaksud optimis adalah orang yang selalu berpengharapan (berpandagan) baik dalam menghadap segala hal atau persoalan, misalnya :
- seorang siswa/siswi yang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) dia berharap akan lulus dan diterima di perguruan tinggi yang ia pilih.
- Seseorang ingin bekerja di sebuah perusahaan swasta, kalau ia berfikir optimis, tentu dia akan berusaha mengajukan lamaran dan berharap agar lamaran diterima serta dapat bekerja di perusahaan tersebut.
Kebalikan dari sikap optimis adalah sifat pesimis. Sifat pesimis dapat diartikan berprasangka buruk terhadap Allah SWT. Seseorang yang pesimis biasanya selalu khawatir akan memperoleh kegagalan, kekalahan, kerugian atau bencana, sehingga ia tidak mau berusaha untuk mencoba.
2. Dinamis
Kata dinamis berasal dari bahasa Belanda “dynamisch” yang berarti giat bekerja, tidak mau tinggal diam, selalu bergerak, dan terus tumbuh. Dia akan terus berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas dirinya ke arah yang lebih baik dan lebih maju, misalnya :
- Seorang petani akan berusaha agar hasil pertaniannya meningkat
- Seorang pedagang akan terus berusaha agar usaha dagangnya berkembang.
Kebalikan dari sifat dinamis ialah statis. Sifat statis harus dijauhi oleh setiap muslim/muslimat karena termasuk akhlak tercela yang dapat menghambat kemajuan dan mendatangkan kerugian.
3. Berfikir kritis
Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahwa berfikir kritis artinya tajam dalam menganalisa, bersifat tidak lekas cepat percaya, dan sikap selalu berusaha menemukan kesalahan, kekeliruan, atau kekurangan. Orang yang ahli mmeberi kritik atau memberi pertimbangan apakah sesuatu itu benar atau salah, tepat atau keliru, sudah lengkap atau belum disebut kritikus.
Kritik ada dua macam yaitu yang termasuk akhlak terpuji dan yang tercela.
Pertama , kritik yang termasuk akhlak terpuji yaitu kritik yang sehat, yang
didasari dengan niat ikhlas karena Allah SWT, tidak menggunakan kata-kata pedas
yang menyakitkan hati, dan dengan maksud untuk mmeberikan pertolongan kepada
orang yang dikritik agar menyadari kesalahan, kekeliruan dan kekurangannya,
disertai dengan memberikan petunjuk tentang jalan keluar dari kesalahan,
kekeliruan dan kekurangannya tersebut.
4. Mengenali diri dengan mengharapkan ridho Allah SWT
Seorang muslim yang mnegenali dirinya tentu akan menyadari bahwa dirinya adlah makhluk Allah, yang harus selalu tunduk pada ketentuan-ketentuan-Nya (sunnatullah). Iapun menyadari tujuan hidupnya adalah memperoleh ridha Allah, sehingga hidupnya diabdikan untuk menghambakan diri hanya kepada-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
4. Mengenali diri dengan mengharapkan ridho Allah SWT
Seorang muslim yang mnegenali dirinya tentu akan menyadari bahwa dirinya adlah makhluk Allah, yang harus selalu tunduk pada ketentuan-ketentuan-Nya (sunnatullah). Iapun menyadari tujuan hidupnya adalah memperoleh ridha Allah, sehingga hidupnya diabdikan untuk menghambakan diri hanya kepada-Nya dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Raja' berarti
mengharapkan sesuatu dari Allah swt. Ketika berdo’a maka kita harus penuh harap
bahwa do’a kita akan dikabul oleh Allah Swt.
B. Peranan raja'
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: "Ketahuilah sesungguhnya
penggerak hati menuju Allah 'azza wa jalla ada tiga: Al-Mahabbah (cinta),
Al-Khauf (takut) dan Ar-Rajaa' (harap). Yang terkuat di antara ketiganya adalah
mahabbah. Sebab rasa cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu
dikarenakan kecintaan adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di dunia
maupun di akhirat. Berbeda dengan takut. Rasa takut itu nanti akan lenyap di
akhirat (bagi orang yang masuk surga).
Allah
ta'ala berfirman :
"Ketahuilah,
sesungguhnya para wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka." (QS. Yunus:
62)
Sedangkan
rasa takut yang diharapkan adalah yang bisa menahan dan mencegah supaya (hamba)
tidak melenceng dari jalan kebenaran. Adapun rasa cinta, maka itulah faktor
yang akan menjaga diri seorang hamba untuk tetap berjalan menuju sosok yang
dicintai-Nya. Langkahnya untuk terus maju meniti jalan itu tergantung pada
kuat-lemahnya rasa cinta.
2. Raja' yang terpuji
Syaikh
Al 'Utsaimin berkata: "Ketahuilah, raja' yang terpuji hanya ada pada diri orang yang beramal taat
kepada Allah dan berharap pahala-Nya atau bertaubat dari kemaksiatannya dan
berharap taubatnya diterima, adapun raja' tanpa disertai amalan adalah raja' yang palsu, angan-angan belaka dan
tercela." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58).
C. Raja' adalah ibadah
"Orang-orang
yang diseru oleh mereka itu justru mencari jalan perantara menuju Rabb mereka
siapakah di antara mereka yang bisa menjadi orang paling dekat kepada-Nya,
mereka mengharapkan rahmat-Nya dan merasa takut dari siksa-Nya." (QS.
al-Israa': 57)
Allah
menceritakan kepada kita melalui ayat yang mulia ini bahwa sesembahan yang
dipuja selain Allah oleh kaum musyrikin yaitu para malaikat dan orang-orang
shalih mereka sendiri mencari kedekatan diri kepada Allah dengan melakukan
ketaatan dan ibadah, mereka melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan diiringi
harapan terhadap rahmat-Nya dan mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan
diiringi rasa takut tertimpa azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu
akan merasa khawatir dan takut tertimpa hukuman-Nya
4. Raja' yang disertai dengan ketundukan dan perendahan diri
Syaikh
Al 'Utsaimin rahimahullah berkata: "Raja' yang disertai dengan perendahan
diri dan ketundukan tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah 'azza wa jalla.
Memalingkan raja' semacam ini kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa
jadi syirik ashghar dan bisa jadi syirik akbar tergantung pada isi hati orang
yang berharap itu..." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58)
5. Mengendalikan raja'
Sebagian
ulama berpendapat: "Seyogyanya harapan lebih didominasikan tatkala berbuat
ketaatan dan didominasikan takut ketika muncul keinginan berbuat maksiat."
Karena apabila dia berbuat taat maka itu berarti dia telah melakukan penyebab
tumbuhnya prasangka baik (kepada Allah) maka hendaknya dia mendominasikan harap
yaitu agar amalnya diterima. Dan apabila dia bertekad untuk bermaksiat maka
hendaknya ia mendominasikan rasa takut agar tidak terjerumus dalam perbuatan
maksiat.
Sebagian
yang lain mengatakan: "Hendaknya orang yang sehat memperbesar rasa
takutnya sedangkan orang yang sedang sakit memperbesar rasa harap."
Sebabnya adalah orang yang masih sehat apabila memperbesar rasa takutnya maka
dia akan jauh dari perbuatan maksiat. Dan orang yang sedang sakit apabila
memperbesar sisi harapnya maka dia akan berjumpa dengan Allah dalam kondisi
berbaik sangka kepada-Nya. Adapun pendapat saya sendiri dalam masalah ini
adalah: hal ini berbeda-beda tergantung kondisi yang ada. Apabila seseorang
dikhawatirkan dengan lebih condong kepada takut membuatnya berputus asa dari
rahmat Allah maka hendaknya ia segera memulihkan harapannya dan
menyeimbangkannya dengan rasa harap. Pada hakikatnya manusia itu adalah dokter
bagi dirinya sendiri apabila hatinya masih hidup. Adapun orang yang hatinya
sudah mati dan tidak bisa diobati lagi serta tidak mau memperhatikan kondisi
hatinya sendiri maka yang satu ini bagaimanapun cara yang ditempuh tetap tidak
akan sembuh." (Fatawa Arkanil Islam, hal. 58-59)
B.
Dengan demikian
seorang muslim yang memiliki ciri-ciri sikap Raja' adalah:
1)
Dalam berusaha
seseorang akan mengawali dengan niat karena Allah.
2)
Senantiasa berfikir
positif dan dinamis, memiliki pengharapan yang baik bahwa usahanya akan
berhasil, serta siap menghadapi resiko.
3) munculnya sikap ulet,
pantang menyerah dalam menghadapi cobaan.
4)
Selalu bertawakkal
kepada Allah. Selalu berusaha meningkatkan diri untuk lebih baik.
5) Memiliki sifat bersyukur
kepada Allah.
D.
Manfaat dan hikmah raja :
1) Memperoleh keridaan Allah
2)
Terhindar dari perbuatan dosa
3) Mendapatkan kepuasan hidup
4)
Mendekatkan diri kita pada Allah S.W.T
5) Sarana penyelesaian persoalan hidup
6) Memperoleh kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat
E. Perilaku melatih diri kita agar mampu bersikap mengendalikan diri:
1. Tidak suka mengolok-olok dan berburuk sangka kepada orang lain
2. Tidak iri dan dengki
3. Tidak sombong
4. Tidak kikir dan pelit
5. Tidak tamak
6. Tidak memfitnah
7. Tidak melakukan kejahatan
8. Ikhlas
9. Sabar
10. Suka berkorban
11. Pandai bersyukur
12. Mau bertobat dan mengadakan perbaikan
13. mampu mengendalikan hawa nafsu